Minggu, 30 November 2014

Hujan Lagi, Aku Butuh Kopi



Sore itu langit mulai gelap. Aku masih dalam perjalanan pulang. Rintik hujan dengan riangnya mulai berjatuhan. Spontan aku berlari mencari tempat berteduh. Tanpa pikir panjang aku masuk ke sebuah kafe dan mencari tempat duduk.
Hujan tak mau kompromi. Semakin ditunggu, semakin lebat ia turun.  Aku butuh sesuatu yang hangat untuk tubuhku. Aku memesan kopi dan camilan.
“Ting! Ting!”, ada pesan masuk dari ponselku.
“Aku rasa, aku tak dapat meneruskan hubungan kita. Tak perlu mencariku lagi,” begitu bunyi pesan yang masuk. Singkat, jelas, dan begitu menusuk. Beberapa saat aku membeku. Aku seperti berada dalam ruangan gelap tanpa jalan keluar. Dan ketika aku tersadar kembali, aku mencoba menghubungi nomor yang mengirimiku pesan itu. Tak bisa tersambung. Aku tak tahu harus bagaimana. Yang kutahu hanya menyesap kopiku. Merasakan pahitnya.
Beberapa bulan berlalu. Masih tak berkabar. Tak dapat ditemukan. Seperti sengaja terhilang.
Hari-hariku menjadi pahit. Aku butuh sesuatu yang pahit untuk berbagi. Tak ada manusia dapat merasakan pahitku. Hari-hariku hanya ditemani kopi. Kopi pahit tanpa gula. Obat bagi hatiku yang pahit.
Sore ini hujan turun lagi. Hujan turun dengan segala kepahitanku. Aku butuh kopiku.


Tulisan ini diikutsertakan dalam Kompetisi Tulisan Pendek Cerita #DiBalikSecangkirKopi yang diselenggarakan oleh NESCAFE Indonesia. 

Kamis, 10 Juli 2014

Biarkan aku menangis malam ini

: Biarkan aku menangis malam ini.
: Ya, silakan.

Tapi ya untukmu tak selalu berarti ya.
Jawaban "Ya" darimu malam ini hanya untuk menenangkanku. Membuatku tak merasa dikekang. Tak merasa untuk dipaksa kuat.
Ya darimu malam ini bermakna bahwa kau tau aku hanya manusia yang tak selalu kuat. Hanya terlihat kuat. Dan mungkin itu bagi orang lain. Tidak terlihat cukup kuat untukmu.

: tak perlu merasa patah kan..
: tak perlu, tapi tiba-tiba patah..
: biarkan saja, nanti akan tiba-tiba utuh kembali..

Ya, aku janji, nanti akan utuh kembali. Bahkan akan berbunga. Beri aku waktu untuk membuktikan janjiku.
Tunggulah, aku akan berbunga, akan utuh.

Terima kasih mencoba mengalihkan perhatianku.
Terima kasih telah menghiburku.
Terima kasih telah mengajakku menertawakan apa yang awalnya akan kutangisi. Menertawakan diriku sendiri.
Terima kasih telah menjadi sahabatku.

Minggu, 15 Juni 2014

Hai, Pak!

Hai, Pak!
Apa kabarmu?

Ini suratku yang ke sepuluh. Seperti biasa, aku cuma pengen ngasi tau kalau sebentar lagi anakmu ini ulang tahun.
Iya, kalau saja Bapak di sini, pasti Bapak gak akan lupa delapan hari lagi aku ulang tahun.

Pak, aku kangen Bapak. Tapi Pak, jujur, sebenernya aku lupa gimana rupa bapak. Aku bahkan lupa kapan terakhir kali aku denger Bapak ngomong.
Maafkan aku, Pak. Aku jahat. Tapi aku bener-bener gak inget. Tapi beneran deh Pak, aku kangen banget sama Bapak.

Pak, apa Bapak gak kangen aku?
Mau gak Bapak mampir ke mimpiku? Nanti, pas aku ulang tahun, mampir ke mimpiku dan kasih aku satu pelukan ya, Pak. Sebentar saja.

Pak, aku pengen cerita banyak hal ke Bapak. Tapi, ah, sudahlah, Pak. Aku gak pengen sedih kali ini. :)

Pak, jangan bosen dengan suratku ya. Isinya selalu sama. Minta hadiah ulang tahun. Habisnya Bapak gak pernah ngasih yang kuminta sih, hehehe.. Semoga kali ini Bapak bisa mampir.

Sampai ketemu, Pak.
Aku sayang Bapak.

Selasa, 01 April 2014

Surat untuk mantan

Tulisan ini diikutsertakan untuk lomba #suratuntukruth novel Bernard Batubara

Dear, kamu..
Lama tak jumpa, tapi aku tau ini baik buat kita.
Mungkin kamu gak akan ngira aku bakal nulis ini, tapi yah, inilah aku, yang lebih mampu memperlihatkan rasaku lewat tulisan.
Tiga tahun tak bertemu, bukan berarti aku melupakanmu. Aku masih menyimpan banyak kenangan baik tentangmu dalam memoriku. Dan, kamu tau kan apa yang kusebut kotak kenangan, aku menyimpan semua barang yang berhubungan denganmu di sana. Belum kukuburkan hingga sekarang ini. Itulah mengapa aku menulis surat ini. Aku ingin menguburkan kotak itu. Tentu saja aku akan menguburnya di tempat kenangan kita. Biar mereka menyatu.
Kalau dirasa-rasa, ternyata lama juga ya aku menyimpannya. Selama itulah aku belum bisa mengembalikan rasaku ke rasa semula ketika kita belum bertemu. Rasa di mana tak ada cinta, tak ada rindu, tak ada benci, tak ada kemarahan. Aku ingin menguburkan kenangan dengan rasa yang netral.
Ada beberapa hal yang ingin kusampaikan. Semoga ini juga bisa menetralkan sikap kita jika suatu saat nanti kita bertemu.
Aku ingin minta maaf. Maaf ketika kita berpisah dalam keadaan yang tidak baik. Dalam kemarahan. Dalam kemunafikan. Aku ingin mengaku bahwa aku munafik. Aku masih bisa tersenyum kala itu. Tapi sesungguhnya, kemarahan dan kebencianku padamu sangat besar. Aku minta maaf telah membencimu.
Tiga tahun ini aku belajar banyak. Aku sengaja menghilang darimu. Aku ingin menguji diriku apakah aku ini benar-benar anak manja. Itu kulakukan untuk membuktikan bahwa alasanmu ingin berpisah denganku hanyalah mengada-ada. Tapi proses pembuktian itu malah justru mengubahku menjadi seorang yang tak perlu membuktikan apa pun. Hidupku tiga tahun ini justru menjadi berat. Kehilanganmu, kehilangan anggota keluarga yang kusayang, kehilangan banyak fasilitas membuatku belajar untuk kreatif dalam bertahan hidup. Aku lupa tentang pembuktian kepadamu. Memang, sebenarnya tak perlu membuktikan apa pun. Maafkan aku, aku telah menuduhmu mencari-cari alasan untuk berpisah denganku. Sebenarnya itu hakmu.
Maafkan aku, jika aku menyakiti hatimu.
Maafkan aku jika aku sengaja tidak mau dihubungi olehmu.
Maafkan aku untuk semua hal yang pernah aku lakukan.
Terakhir, dan yang paling penting, aku ingin berterima kasih padamu. Kamu menjadi satu batu loncatan dalam proses hidupku. Terima kasih untuk segala hal yang kau beri. Terima kasih untuk segala yang telah kamu lakukan buatku. Terima kasih untuk cinta yang pernah ada.

Sekarang, aku sudah siap berteman kembali denganmu.
Salam.

Rabu, 29 Januari 2014

Seseorang Menungguku

Seseorang menungguku
Seseorang yang bukan saudaraku
Katanya aku telah lama pergi
Padahal aku hanya bersembunyi

Seseorang menungguku
Rindu, katanya
Akupun punya sebongkah rindu
Tapi air mataku menahanku

Seseorang menungguku
Dan aku hanya bisa melihatnya tanpa aku bisa mendekatinya
Aku masih bersembunyi dibalik senyumku

Seseorang menungguku
Tapi aku tak bisa membawa duka padanya
Maka kutahan langkahku

Seseorang menungguku
Wahai kamu, maafkan aku

Seseorang menungguku
Aku menyebutnya sahabat
Tapi pantaskah aku disebut sahabat?