Rabu, 08 Mei 2013

Bebek Adus Kali

Bebek adus kali nututi sabun wangi..
Bapak mundut roti, cah ayu diparingi..

Itu adalah sebuah lagu yang sering dinyanyikan kepada atau oleh anak kecil di daerahku, dulu, waktu aku masih kecil. Entah sekarang. Aku gak yakin anak-anak kecil itu tau tentang lagu tersebut.
Lagu tersebut sangat singkat. Dan tentu saja sangat mudah dinyanyikan. Tak ada not-not miring.
Arti dari lagu tersebut juga tak terlalu susah dipahami. Kurang lebih artinya seperti ini: bebek mandi di sungai mengejar sabun wangi (biasanya sabun mandi), bapak beli roti, anak cantik akan mendapatkan bagian roti itu.
Entah kenapa pagi tadi, pas mandi, aku tiba-tiba keinget lagu itu. Mungkin karena mencium wangi sabun, dan sadar kalo yang kupegang itu sabun. Lalu terlintas kata sabun wangi. Lalu pikiranku kangsung mencari dan menemukan lagu "bebek adus kali" dalam memori otakku.
Begitu otakku menemukan lagu ini dan memutarnya, bagian tubuhku yang meyimpan kenangan mulai bekerja. Aku ingat bagaimana perasaanku dulu pas nyanyiin lagu sederhana ini. Memang lagunya sederhana, tapi, aku pun gak tau kenapa, aku seperti menaruh harapan yang besar pas nyanyiin bagian terakhirnya, bapak mundut roti, cah ayu diparingi. Waktu itu aku berharap, atau mungkin lebih tepat kalo sekarang aku menyebutnya berkhayal bahwa bapakku sedang pergi, dan nanti jika dia pulang, dia akan memberiku oleh-oleh. Mungkin saja memang cuma roti yang dibawanya pulang, tetapi aku berharap dia pulang dan membawa oleh-oleh untukku.
Mengapa aku sekarang menyebutknya berkhayal? Tentu saja karena aku tau betul bahwa bapakku gak akan pulang, apalagi bawa oleh-oleh. Tapi aku bukan anak bang Thoyib yang tiga kali lebaran gak pulang. Mungkin saja bang Thoyib baru akan pulang di lebaran ke empat. Bapakku? Jelas-jelas gak akan pulang. Untuk selamanya. Bapakku sudah di alam yang berbeda denganku. Dan pasti dia gak akan menyeberangi alam untuk sekedar membawakanku roti.
Mungkin dulu aku sangat pengen untuk punya sosok seorang bapak. Mungkin aku dulu bener-bener pengen tau bapakku itu kaya apa. Tapi itu dulu. Sekarang aku tau bahwa aku gak akan dapat sosok bapakku. Bahkan ingatanku pun tak menyimpan sedikitpun tentangnya.
Tapi ya sudah. Itu sekarang bukan sesuatu masalah. Tuhan melengkapi hidupku dengan banyak hal.
Dan sekarang, kalo nyanyi bebek adus kali, mungkin aku akan banyak berpikir dan banyak mengoreksi lagu itu. Mungkin si bebek sudah gak ngejar sabun wangi lagi karena sekarang udah make sabun cair. Mungkin bebeknya udah gak mandi di sungai lagi. Apalagi di daerahku sana. Sungainya mungkin udah berwarna. Mungkin bukan bapak yang akan beli roti dan ngasi rotinya ke aku, mungkin itu orang lain. Pangeran ganteng yang sangat baik, barangkali. ;)