Jumat, 29 Januari 2010

wanitaku...apakah ini cinta tak berujung?

Aku ini hanyalah seorang lelaki tua yang kesepian. Sepi dan hampa rasanya hidup ini tanpa seorang pendamping setia yang telah lebih dari setengah abad menemaniku.
Dulu aku mengejarmu. Ya, dulu aku begitu gigih mengejarmu. Tak kupedulikan berapa jarak usia kita. Aku masih terlalu muda untuk mencintai engkau yang sudah menjadi janda. Sungguh, aku tegila-gila padamu.
Tapi usahaku tak pernah menjadi sia-sia. Kau pun akhirnya bisa kudapatkan. Menjadi milikku sepenuhnya. Kemudian kita membangun perahu rumah tangga kita. Kita dianugerahi seorang anak perempuan yang cantik. Dan kupikir itu cukup untuk membuat kita bahagia.
Kita hidup sederhana di gubuk kecil, tapi Tuhan sungguh masih memelihara kita. Bahkan kita mampu menyekolahkan anak kita sampai ke tingkat sekolah menengah atas. Jenjang sekolah yang cukup tinggi untuk orang semiskin kita. Dan anak kita pun tak pernah mengeluh dengan keadaan kita.
Dulu wanitaku selalu bangun pagi-pagi buta, memasak cukup banyak makanan. Tapi tentu saja makanan yang banyak itu bukan untuk keluarga kecil kita, masakan itu untuk kau jual demi kita menambah keuangan kita. Bahkan kau pernah membatik untuk membayar uang sekolah anak kita. Apapun kau lakukan demi kasihmu pada anak kita, demi dia bersekolah dengan layak, dengan harapan bisa memperbaiki kondisi keluarga kita.
Dan kau tau, wanitaku? Kita berhasil. Anak kita bisa menyelesaikan sekolahnya dengan baik dan sekarang dia menjadi pegawai negeri. Suatu kebanggaan bagi rakyat kecil macam kita ini.
Anak kita telah member 4 orang cucu buat kita. Dan semuanya cukup untuk mendapatkan haknya bersekolah. Anak kita juga telah berhasil menyekolahkan cucu-cucu kita sampai tingkat perguruan tinggi. Suatu kemajuan bila dibandingkan dengan kehidupan kita dulu. Itu artinya kita telah berhasil, wanitaku. Kita berhasil memperbaiki kehidupan keturunan kita. Dan aku tau, tanpamu, semuanya itu tak akan tercapai.
Seiring berjalannya waktu, kita menjadi tua. Tapi aku bersyukur, aku masih bersamamu. Menjadi tua bersamamu adalah sesuatu yang indah yang Tuhan beri padaku.
Usia senja telah merenggut kesehatanmu. Beberapa tahun sudah wanitaku menghabiskan sebagian besar waktunya terbaring di tempat tidurnya. Berjalan hanya jika ingin ke kamar mandi atau sekedar ke ruang depan untuk melihat suasana yang sedikit berbeda. Namun itu pun tak lama. Pada akhirnya wanitaku hanya mampu terbaring dan tak lagi bisa menopang berat tubuhnya dengan kakinya. Dia terbaring di tempat tidurnya selama berbulan-bulan bahkan mungkin sudah masuk hitungan tahun. Hanya bisa duduk, dan selebihnya adalah terbaring.
Usiamu telah merenggut ceriamu. Suara yang dulu sering terdengar pedas karena sifat pemarahmu, telah berubah menjadi rintihan yang menyakitkanku.
Tapi percayalah, aku tak akan meninggalkanmu, wanitaku. Aku akan mengurus setiap keperluanmu, makananmu, minumanmu. Bahkan aku akan menyisir rambut putihmu yang mulai rontok. Dan aku akan membuang kotoran yang mungkin untuk sebagian orang itu mejijikkan. Aku akan merawatmu dengan kasih yang masih sama seperti pertama kali aku mencintaimu.
Dan hari itu, kau meninggalkanku. Meninggalkanku untuk selamanya. Tak akan pernah menemaniku lagi dalam sepiku. Kau terbujur kaku di kotak putih itu. Dingin. Pucat. Tapi kau tetap cantik, wanitaku. Senyummu tetap mempesonaku.
Kini aku sendiri. Sepi dan hampa tanpa dirimu. Tapi hati ini masih milikmu. Cinta ini masih ada di hati dan tak akan pernah tergantikan oleh siapa pun. Aku masih mencintaimu sama seperti ketika aku mencitaimu pertama kali.

Sayup-sayup lagu “Saat aku lanjut usia” mengiringi langkah kesendirianku tanpamu.

….genggam tanganku saat tubuhku terasa linu
Kupeluk erat tubuhmu saat dingin menyerangmu
Kita lawan bersama dingin dan panas dunia
Saat kaki tlah lemah kita saling menopang
Hingga nanti di suatu pagi salah satu dari kita mati
Sampai jumpa di kehidupan yang lain….