setiap kata, setiap langkah, setiap peristiwa...semuanya memiliki cerita... semua mempunyai ruang dalam kotak kenangan... setiap air mata, setiap tawa, semua menghias pembungkusnya...
Rabu, 25 September 2013
Sepi pun ikut bernyanyi
Selasa, 24 September 2013
Menjemput Ibu
Senin, 23 September 2013
Pasar Malam
Minggu, 22 September 2013
Belajar Menjadi Dirigen
Sabtu, 21 September 2013
Merenung
Kamis, 19 September 2013
Lelah
Kapan Pulang
Rabu, 18 September 2013
Kenangan
Selasa, 17 September 2013
Bukan Akhir
Senin, 16 September 2013
Biar Saja
Aku masih harus menapaki jalan ini untuk sampai tujuanku. Dua orang temanku sudah di depan. Biar saja. Aku ingin menikmati setiap langkah kakiku. Berat memang. Tapi harus kulangkahkan demi tujuanku.
Mendung masih menggantung.Cukup pekat untuk menurunkan hujan secara tiba-tiba. Ah, biar saja. Aku tak mau berkejaran dengannya. Dia temanku. Setidaknya, pekatnya menggambarkan isi hatiku. Jika dia mau menurunkan hujannya, ya sudah, aku akan menyambutnya.
Dinginnya udara pegunungan ini makin menusuk. Sama seperti hatiku yang telah menjadi dingin. Biar saja. Kami sama-sama dingin.
Jika aku bisa berhenti sekarang, aku ingin berhenti. Jika aku bisa meringkuk sekarang, aku pun ingin melakukannya. Tapi, alam hanya teman. Teman yang megningatkan. Teman yang tak mengijinkanku terpuruk dalam dingin dan gelap. Ia menyuuhku tetap berjalan, walau terseok. Ia menyuruhku tetap berdiri, walau kurasakan berat menopang tubuh ini.
Biar saja. Biar saja pikiran ini mengembara. Biar saja kenangan buruk menyiksa jiwa. Biar saja dingin membekukan hati. Biar saja mendung menurunkan hujannya. Karena setelah ini akan ada pelangi.
Minggu, 15 September 2013
Buah Yang Manis
Sabtu, 14 September 2013
Wanita-wanita Tangguh
Ketika Indonesia telah mengakui emansipasi wanita, mungkin itu juga berlaku bagi semua pekerjaan.
Hari ini, aku berkunjung ke dusun Alengkong, Songan. Sebuah dusun di daerah Kintamani, Bali. Dan aku bertemu dengan emansipasi.
Di balik gemerlapnya Bali, di balik eksotisnya Bali, ternyata masih menyimpan kondisi yang sangat jauh dari suasana "menyenangkan". Untuk mencapai dusun Alengkong, kami berkendara sampai danau Kintamani dengan mobil biasa. Setelah itu, kami harus beralih ke mobil pick up, dan sebagian harus naik motor. Ternyata dusun tersebut berada di kawasan yang cukup sulit dijangkau. Jalan yang kami lalui sempit dan berliku. Ditambah berpasir dan berdebu. Mobil kami sempat terhenti karena salah satu mobil tidak sanggup melalui medannya.
Dalam perhentian itu, aku bertemu salah satu bentuk emansipasi, mungkin. Aku melihat beberapa wanita tangguh. Mereka sedang mengaduk semen. Ya, mengaduk semen. Di jalan berliku, menanjak, dan berdebu. Sekali lagi, beberapa, bukan hanya satu. Itu berarti cukup lazim menggunakan tenaga perempuan untuk membangun suatu proyek.
Aku tak tahu mengapa mereka mau bekerja sebagai tukang bangunan. Dan, aku tak mau sok tahu. Mungkin memang sudah lazim. Tapi mungkin juga mereka terpaksa melakukannya.
Yah, apa pun alasannya, bagiku mereka wanita tangguh. Tak hanya berperan sebagai ibu, tetapi juga berperan sebagai pencari nafkah. Salut untuk kalian, wanita-wanita tangguh.
Jumat, 13 September 2013
Lagu Untukmu
Gadis cantik itu datang lagi. Tak seperti biasanya, kali ini dia datang bersama teman-temannya. Sepertinya sedang merayakan ulang tahun salah satu dari mereka.
Aku petik gitarku. Kulantunkan sebuah lagu romantis. Memang ini pekerjaanku, tapi malam ini, dan seperti malam-malam ketika dia hadir di sini, aku menyanyikannya dari hatiku untuknya.
Kulihat dia terdiam di tengah ramainya canda dan tawa teman-temannya. Mungkin dia sedang mendengar laguku. Semoga. Ah, dia tersenyum. Hatiku bergetar. Mungkin dia merasakan rasaku. Mungkin dia mendengar nyanyian hatiku.
Seandainya aku bisa duduk bersamanya. Ini akan menyenangkan. Pantai, angin, dan musik. Romantis.
Kulantunkan lagi sebuah lagu. Kepada angin. Kepada ombak. Teruntuk gadis cantikku.
Kamis, 12 September 2013
Terima Kasih Atilla
Rabu, 11 September 2013
Abadi
Sekali lagi aku memandangimu. Tak pernah aku bosan. Tidak sekalipun.
Kali ini, aku melihatmu hanya berbaring seharian. Memejamkan mata walau tak bisa tertidur. Sesekali erangan kecil keluar dari bibirmu. Mungkin tubuh tuamu memang sudah lelah berjalan bersama waktu. Atau memang engkau sedang sangat merindukanku?
Hei, lihatlah, anakmu sedang bingung sekarang. Dari pagi kau tak menyentuh sama sekali makananmu. Pantaslah badanmu lemah. Kau pun tak menjawab setiap kata yang diucapkannya. Semoga kelemahan tubuhmu ini tak menjadi pintu masuk bagi penyakit. Aku tak ingin kau sakit. Kurasa usiamu sudah cukup menyiksamu, jadi jangan menambah bebanmu sendiri.
Bersabarlah, kekasihku. Kita pasti bertemu. Jangan mendahului sang waktu. Tetaplah kuat. Aku tak jauh darimu.
Aku, wanitamu ini, akan bersabar menantimu...di keabadian...