Selasa, 22 Mei 2012

Rasa Seorang Sahabat


Aku semakin tau bagaimana rasanya menjadi sahabat…
Malam ini terasa hening. Semua terlihat sibuk dengan urusannya masing-masing. Kak Dinto sedang sibuk mengutak-atik sesuatu di meja kamarnya. Entah apa yang dirusakkannya lagi. Dia pikir dia sedang mencoba menciptakan sesuatu yang spektakuler. Tapi kenyataannya sudah setumpuk barang dirusakkannya dan dibiarkannya teronggok di kardus di pojok kamarnya.
Ibu sudah terlelap di tempat tidurnya. Sepertinya kegiatan baksos hari ini cukup menguras tenaganya. Ya, bisa kubayangkan betapa lelahnya ibu. Dia harus berjalan cukup jauh untuk mencapai lokasi baksos. Sebenarnya lokasinya tak jauh dari kota. Tapi untuk mencapai tempat itu, kami harus berjalan kaki cukup jauh karena jalanan tak memungkinkan dilewati kendaraan. Kami harus melewati semacam lereng yang cukup terjal. Bisa dibayangkan lah ya pas pulangnya butuh tenaga lebih karena harus menempuh jalan yang naik. Tapi aku senang. Senang melihat wajah ibu. Tersenyum penuh kedamaian.
Ayah sedang duduk di depan tv. Tapi di hadapannya ada setumpuk berkas yang harus dikerjakannya. Ya, ayah memang sering mengerjakan pekerjaannya di depan tv. Katanya biar ada yang nemenin. Setidaknya ada suara-suara yang mengusir sepi.
Sedangkan aku? Aku Cuma duduk-duduk di teras atas. Melepas lelah dengan segelas coklat hangat yang kucampur sedikit kopi. Minuman kesukaanku. Aku duduk memandangi langit. Melamun. Pikiranku mengembara. Mengingat setiap kejadian yang kualami beberapa hari lalu. Dan aku semakin tau bagaimana rasanya menjadi sahabat.
Ttrrrrtttt…..ttrrtttt….
Hp ku bergetar. Kulihat ada sebuah pesan masuk. Hmmm…dari Ony.
“Din..aku gak pengen bikin July kecewa. Tapi aku gak bsa nemeni dia nyari data buat bahan penelitiannya..padahal aku udah janji…sering pun aku ulangi janjiku itu…”
Huufftt…curhatan lagi, pikirku. Tapi aku bisa apa. Aku gak mungkin nolak kalo si Ony udah mulai cerita gini. Hatiku gak tega ngebiarin dia sendirian dalam masalahnya. Aku selalu ingin berada di dekatnya ketika dia memerlukan teman. Aku ingin selalu menjadi yang pertama dicarinya ketika dia merasa punya masalah. Dan memang itu yang selalu terjadi. Dia selalu mencariku.
Ony adalah sahabatku. Kami bertemu waktu SMP. Kebetulan sekelas. Dan sering sekelompok kalau ada guru yang memberi tugas kelompok. Kebetulan nomor absen kami berdekatan. Huruf depan nama kami yang membuat absen kami berdekatan. Dini Pratiwi Sudibyo dan Deony Adi Utama. Dari SMP kami mulai dekat. Dan persahabatan kami masih berlanjut sampai sekarang ini. Ketika kami sudah terpisah karena masing-masing dari kami punya pilihan untuk melanjutkan kuliah di kota yang berbeda. Aku memilih diam di kotaku. Sementara dia melanjutkan kuliah di ibu kota. Tapi bagi kami, jarak bukan halangan untuk tetap saling berkomunikasi dan bersahabat. Sempat sih, kami tak saling memberi kabar sampai beberapa lama karena kesibukan kami. Tapi akhir-akhir ini, rasanya hampir tiap hari kami saling terhubung. Entah itu melalui sms, telepon, atau chatting via messenger.
Aku selalu senang ketika dia menghubungiku. Rasanya itu menjadi momen di mana aku menjadi orang penting di hidupnya. Ah, mungkin aku terlalu berlebihan. Tapi, memang itulah yang kurasakan. Dan jika dia bercerita bahwa dirinya sedang dalam keadaan yang gak baik, entah kenapa, hatiku jadi ikutan sedih. Dan kadang ada rasa seperti cemburu ketika dia menceritakan tentang pacarnya. Ah, mungkin aku hanya tak ingin kehilangannya.
Seperti belakangan ini, dia sedang bingung dan tak ingin mengecewakan pacarnya. Aku merasa ada sesuatu di hatiku. Entah apa itu. Mungkin aku gak pengen digantikan oleh pacarnya. Mungkin aku masih pengen menjadi satu-satunya yang istimewa buat dia. Tapi…ada sesuatu yang menahanku meneruskan perasaanku itu. Mungkin itu adalah persahabatan kami. Persahabatan kami menahanku untuk tidak egois. Untuk bisa memposisikan diri sebagai sahabat. Menyemangati Ony ketika dia sedang tak bersemangat. Menemaninya ketika dia merasa sendiri. Medengarkannya ketika dia ingin bercerita. Memberinya penghiburan di saat dia sedih. Menguatkan ketika dia membutuhkan penguatan. Dan selalu mendoakannya.
Rasanya aku semakin mengerti bagaimana menjadi sahabat…
Aku tersenyum. Meneguk sisa minumanku. Malam ini aku mendapat pengertian baru. Rasa baru. Rasa seorang sahabat.

Aku mengasihimu sahabat.

Minggu, 20 Mei 2012

Langit Jingga


Sore ini begitu cantik. Aku menikmati kecantikannya dengan segelas teh dari atas awan.
Aku melihat cakrawala seperti terbakar. Jinggamu auramu. Membara dengan keindahan yang tak terkatakan.
Aku seperti di negeri antah berantah. Di kelilingi awan putih. Di latarbelakangi langit biru. Semburat jingga menjadi garis pembatas.
Seandainya aku bisa berjalan di atas awan, ingin aku berlari dan menari tanpa keterikatan, tanpa beban. Hanya perasaan bebas yang memenuhi hatiku.
Dan aku pun kembali berkhayal.
Aku ingin kau ada di sini bersamaku menikmati keindahan yang kunikmati sore ini.
Kau pasti akan merasakan hal yang sama.
Suka cita.
Atau mungkin cinta.
Ya, cinta.
Cinta yang sungguh indah dan tak terkatakan.
Hanya bisa dinikmati dengan melihatnya sendiri.
Matahari.
Matahari adalah peran terpenting dari lakon ini. Dia yang menciptakan jingga. Dia yang membakar cakrawala.
Namun keindahan ini tak akan lama. Matahari akan tertelan malam.
Namun, mentari tak akan lari. Dia akan menunggumu di balik malam.
Itulah mengapa aku ingin kau ada di sini bersamaku menikmati mentari bersama semburat jingganya yang hanya sementara.
Kau, aku, dan mentari.
Dalam waktu yang langka ini.
Indah. Seperti persahabatan kita. Cinta kita.
Jingga. Berbatas cakrawala.
Kadang seperti di antah berantah. Berkelana dengan liarnya imajinasi.
Kadang sedingin warna langit.
Kadang terasa samar tertutup awan.
Namun tetap ada mentari kita. Sang cinta. Dia yang membuat semua ini indah. Persahabatan kita.
Terkadang kita hanya terdiam tanpa kata. Tanpa pengungkapan. Tapi satu hal yang kita sama-sama tau. Aku tau kau menyayangiku, dan kau tau aku menyayangimu.
Seperti langit jingga sore ini.
Hanya keheningan yang mengungkapkan keindahannya.

·         Ditulis untuk yang membaca ini. Yang tau bahwa aku mengasihinya. Dan yang juga mengasihiku. Sahabat. Siapa pun.

Rabu, 09 Mei 2012

celoteh di malam hari..

Peri telah kembali tertunduk dan kembali merasakan hujan sebelum sempat terkena sinar mentari...
Mentari tak pernah tau...sahabat peri telah berlalu...menyisakan kelu...
Pergilah pergi...sisakan tangis tanpa kelegaan..lalu di mana bahagia berada?
Wangi bunga yang merasakan bahagia... Entah kini, entah nanti...semua tidaklah pasti.
Ini hanya dongeng... Biarlah malam membawanya dalam mimpi...
Hingga pagi datang bersama mentari.. Berbagi sesuatu yg pasti.. Kan indah suatu hari nanti..