Aku semakin tau bagaimana rasanya menjadi sahabat…
…
Malam ini terasa hening. Semua terlihat
sibuk dengan urusannya masing-masing. Kak Dinto sedang sibuk mengutak-atik
sesuatu di meja kamarnya. Entah apa yang dirusakkannya lagi. Dia pikir dia
sedang mencoba menciptakan sesuatu yang spektakuler. Tapi kenyataannya sudah
setumpuk barang dirusakkannya dan dibiarkannya teronggok di kardus di pojok
kamarnya.
Ibu sudah terlelap di tempat
tidurnya. Sepertinya kegiatan baksos hari ini cukup menguras tenaganya. Ya,
bisa kubayangkan betapa lelahnya ibu. Dia harus berjalan cukup jauh untuk
mencapai lokasi baksos. Sebenarnya lokasinya tak jauh dari kota. Tapi untuk
mencapai tempat itu, kami harus berjalan kaki cukup jauh karena jalanan tak
memungkinkan dilewati kendaraan. Kami harus melewati semacam lereng yang cukup
terjal. Bisa dibayangkan lah ya pas pulangnya butuh tenaga lebih karena harus
menempuh jalan yang naik. Tapi aku senang. Senang melihat wajah ibu. Tersenyum penuh
kedamaian.
Ayah sedang duduk di depan tv. Tapi
di hadapannya ada setumpuk berkas yang harus dikerjakannya. Ya, ayah memang
sering mengerjakan pekerjaannya di depan tv. Katanya biar ada yang nemenin. Setidaknya
ada suara-suara yang mengusir sepi.
Sedangkan aku? Aku Cuma duduk-duduk
di teras atas. Melepas lelah dengan segelas coklat hangat yang kucampur sedikit
kopi. Minuman kesukaanku. Aku duduk memandangi langit. Melamun. Pikiranku mengembara.
Mengingat setiap kejadian yang kualami beberapa hari lalu. Dan aku semakin tau
bagaimana rasanya menjadi sahabat.
…
Ttrrrrtttt…..ttrrtttt….
Hp ku bergetar. Kulihat ada
sebuah pesan masuk. Hmmm…dari Ony.
“Din..aku gak pengen bikin July
kecewa. Tapi aku gak bsa nemeni dia nyari data buat bahan penelitiannya..padahal
aku udah janji…sering pun aku ulangi janjiku itu…”
Huufftt…curhatan lagi, pikirku. Tapi
aku bisa apa. Aku gak mungkin nolak kalo si Ony udah mulai cerita gini. Hatiku gak
tega ngebiarin dia sendirian dalam masalahnya. Aku selalu ingin berada di
dekatnya ketika dia memerlukan teman. Aku ingin selalu menjadi yang pertama
dicarinya ketika dia merasa punya masalah. Dan memang itu yang selalu terjadi. Dia
selalu mencariku.
Ony adalah sahabatku. Kami bertemu
waktu SMP. Kebetulan sekelas. Dan sering sekelompok kalau ada guru yang memberi
tugas kelompok. Kebetulan nomor absen kami berdekatan. Huruf depan nama kami
yang membuat absen kami berdekatan. Dini Pratiwi Sudibyo dan Deony Adi Utama. Dari
SMP kami mulai dekat. Dan persahabatan kami masih berlanjut sampai sekarang
ini. Ketika kami sudah terpisah karena masing-masing dari kami punya pilihan
untuk melanjutkan kuliah di kota yang berbeda. Aku memilih diam di kotaku. Sementara
dia melanjutkan kuliah di ibu kota. Tapi bagi kami, jarak bukan halangan untuk
tetap saling berkomunikasi dan bersahabat. Sempat sih, kami tak saling memberi
kabar sampai beberapa lama karena kesibukan kami. Tapi akhir-akhir ini, rasanya
hampir tiap hari kami saling terhubung. Entah itu melalui sms, telepon, atau
chatting via messenger.
Aku selalu senang ketika dia
menghubungiku. Rasanya itu menjadi momen di mana aku menjadi orang penting di
hidupnya. Ah, mungkin aku terlalu berlebihan. Tapi, memang itulah yang
kurasakan. Dan jika dia bercerita bahwa dirinya sedang dalam keadaan yang gak
baik, entah kenapa, hatiku jadi ikutan sedih. Dan kadang ada rasa seperti
cemburu ketika dia menceritakan tentang pacarnya. Ah, mungkin aku hanya tak
ingin kehilangannya.
Seperti belakangan ini, dia
sedang bingung dan tak ingin mengecewakan pacarnya. Aku merasa ada sesuatu di
hatiku. Entah apa itu. Mungkin aku gak pengen digantikan oleh pacarnya. Mungkin
aku masih pengen menjadi satu-satunya yang istimewa buat dia. Tapi…ada sesuatu
yang menahanku meneruskan perasaanku itu. Mungkin itu adalah persahabatan kami.
Persahabatan kami menahanku untuk tidak egois. Untuk bisa memposisikan diri
sebagai sahabat. Menyemangati Ony ketika dia sedang tak bersemangat. Menemaninya
ketika dia merasa sendiri. Medengarkannya ketika dia ingin bercerita. Memberinya
penghiburan di saat dia sedih. Menguatkan ketika dia membutuhkan penguatan. Dan
selalu mendoakannya.
Rasanya aku semakin mengerti
bagaimana menjadi sahabat…
…
Aku tersenyum. Meneguk sisa
minumanku. Malam ini aku mendapat pengertian baru. Rasa baru. Rasa seorang
sahabat.
Aku mengasihimu sahabat.