Minggu, 23 September 2012

Sebentar Lagi Oktober

Sebentar lagi bulan Oktober. Biasanya aku tak berjodoh dengan bulan Oktober. Entah itu berjodoh dengan orang yang lahir di bulan Oktober, entah itu ada kejadian tak enak di bulan Oktober. Yang pasti, aku sampai saat ini merasa bulan Oktober tak berjodoh denganku.
Suatu saat, tak sengaja aku mendengar sebuah lagu dari The Rasmus yang judulnya "October and April". Aku jadi merasa lagu ini menggambarkan keadaanku. Ah, maksudku, bukan keseluruhan lagunya. Hanya bagian Oktobernya saja. Entah apa maksud lagunya, tapi buatku, Oktober digambarkan seperti malam gelap, dingin, tak ada bintang, dan hujan. Sama seperti oktoberku.
Oktoberku tahun lalu menjadi awal dari malam-malam gelapku tanpa bintangku. Aku menjadi lebih sering menangis sendirian. Aku mejalani hari-hariku dengan kehampaan. Itu berlangsung dalam hitungan bulan. Cukup lama memang.
Dua tahun yang lalu, aku juga ditinggalkan seorang yang dekat denganku. Tidak benar-benar meninggalkan. Tapi oktober itu kami bertengkar hebat. Dan butuh waktu yang lama untuk memulihkan komunikasi kami. Syukurlah sekarang kami bisa berteman lagi.
Oktober tiga tahun yang lalu juga menyisakan kesedihannya padaku. Sahabatku harus pergi meninggalkanku. Meninggalkan kota ini. Meninggalkan pulau ini. Dan meninggalkan perasaanku ini.
Beberapa orang yang terlahir di bulan Oktober, ternyata juga tak berjodoh denganku. Setidaknya ada 3 orang yang lahir di bulan Oktober yang pernah dekat, sangat dekat denganku, tapi tak pernah menjadi lebih dari teman.
Etah apa namanya. Kadang aku berpikir ini seperti kutukan bulan Oktober. Tapi aku tak mau dan tak berharap aku menjadi orang yang dikutuk. Aku tak mau mempercayainya sebagai kutukan.
Hari ini sudah memasuki minggu terakhir di bulan September. Itu berarti Oktober sudah dekat. Sebenarnya ada sedikit ketakutan dalam diriku ketika hendak memasuki bulan Oktober. Tapi jika kulihat lagi keadaanku saat ini, seharusnya aku tak perlu lagi takut menghadapinya. Aku tak sedang dekat dengan siapapun, jadi aku tak akan kehilangan siapapun.
Ah, ini hanyalah cerita tentang Oktober. Mungkin lain kali, aku akan menceritakan April, atau mungkin juga Juni. Tak usah terlalu dipikirkan. Hari esok mempunyai kesusahannya sendiri, dan bulan depan pun mempunyai kesusahannya sendiri.

Minggu, 16 September 2012

Malam ini cinta hendak berkenalan denganku

Malam ini cinta mengetukku melalui pintunya.
Namun aku belum mau membukanya.
Aku hanya mengintip dari balik tirai jendela.
Aku melihat sang cinta tersenyum lembut.
Senyum itu sungguh membuatku merasa damai.
Aku menyukai senyumnya.

Malam ini cinta tak memksaku membuka pintu.
Dia hanya datang berkunjung.
Dia berkunjung untuk sekedar berkenalan denganku.
Aku telah lama melupakannya.
Dan sekarang dia berkunjung untuk sekedar mengingatkan kembali akan namanya.
Aku menyukainya.
 
Namun, pintu ini masih tertutup, aku hanya mengintipnya.
Sabarlah cinta.
Mungkin jika kau sabar, aku akan membukanya untukmu.

Kamis, 13 September 2012

Wangi Hujan Pagi Ini

Pagi ini aku mencium aroma hujan. Aroma yang membuatku rindu akan kenangan-kenangan di waktu yang telah lalu. Bagiku, hujan selalu menyisakan kenangan. Entah kenangan sedih, menyenangkan, atau memalukan. Atau bahkan kenangan tentang peristiwa biasa, tetapi selalu membawa kerinduan.
Aku hanya mencium wanginya pagi ini. Karena ternyata pagi ini tidak hujan. Matahari bersinar hangat. Segerombolan awan membentuk barisan syahdu. Tidak mendung dan tidak hujan.
Aku melangkahkan kakiku keluar pintu ini. melewati jalan di antara rerumputan. Wangi. Dan...menenangkan. Seolah embun pun ikut memelukku. Kesejukannya membawa kedamaian di hatiku.
Sesaat aku tiba-tiba teringat akan masa kecilku. Saat aku berangkat sekolah. Saat aku bermain bersama teman-teman kecilku. Saat aku tertawa riang layaknya anak kecil. Saat tangisku hanya menjadi tangisan sesaat dan tak membekas menjadi tangisan hati. Saat semua terasa indah dan menyenangkan.
Aku bukan sedang membandingkan kehidupanku yang sekarang dengan masa kecilku. Aku juuga tak berkata bahwa kehidupanku saat ini adalah kehidupan yang menyedihkan. Bukan. Aku hanya merasa kebahagiaan anak kecil yang tanpa beban.
Aku menghirup aroma hujan sekali lagi pagi ini. Memejamkan mata. Dan kembali melangkah menjalani hidup.
Ini hanya wangi sesaat. Ini hanya kerinduan yang terbersit.

Senin, 03 September 2012

Sensasi terbang

Ini sudah kesekian kalinya aku naik pesawat terbang. Kali ini aku terbang bersama dua temanku. Aku duduk di bangku paling belakang. Kursi nomor 39C. Bukan tempat faforitku, tapi itu yang kudapat. Mungkin karena aku yang terlambat cek in, atau memang penerbangan sedang ramai. Atau mungkin itu sisa kursi yang memungkinkan untuk kami duduk bertiga.
Kami masih asik membaca bacaan masing-masing ketika awak pesawat mengumumkan bahwa pesawat akan tinggal landas. Tiba-tiba seorang temanku menutup bukunya. Terdiam dan memejamkan matanya.
"Kenapa?", tanyaku. Pertanyaan standar yang selalu kuajukan ketika aku tak mengerti dengan apa pun yang kuhadapi.
"Sensasi terbang", katanya.
Aku masih berusaha mengerti maksud kata-kata temanku. Tapi aku memutuskan untuk diam. Lalu, seperti biasa, pikiranku kemudian bertualang sambil mencerna makna dari sensasi terbang temanku.
Aku ikut menutup bukuku. Aku diam dari aktivitasku. Kemudian berusaha merasakan sensasi terbang yang dimaksud temanku. Tapi yang ada malah aku teringat banyak hal di waktu dulu.
Dulu, waktu kecil, aku sering keluar rumah ketika mendengar suara pesawat terbang lewat di atas rumahku. Kami, aku, saudaraku atau temanku, sering berlari hanya untuk melihat pesawat itu. Tak pernah terbayangkan olehku bahwa nantinya aku akan dapat menumpang di dalamnya. Tak hanya sekali-sekali, tapi kini kalau aku pulang ke rumah, aku harus menumpang pesawat terbang. Setidaknya tiga sampai empat kali dalam setahun aku pulang. Itu berarti harus naik pesawat terbang lebih dari lima kali. Belum lagi jika ada perjalanan dinas. Dulu, aku tak pernah membayangkannya.
Pikiranku juga membawa ingatanku kepada saat pertama aku aik pesawat. Waktu itu aku sudah kuliah. Dan untungnya aku tidak sendiri ketika itu. Jadi, tak terlalu canggung atau bingung ketika sampai di bandara. Tinggal mengekor temanku saja.
Lalu aku kembali ke masa sekarang ini. Aku mencoba merasakan sensasi terbang. Aku memejamkan mataku. menyandarkan badanku. Aku merasakan getaran-getaran pesawat yang hendak lepas landas. Hatiku ikut bergetar. Lalu terbayang banyak kejadian-kejadian buruk yang mungkin saja terjadi ketika aku berada dalam pesawat. Gagal lepas landas, mesin mati, kesalahan navigasi, atau bahkan ledakan. Menakutkan rasanya.
Lalu aku serentak membuka mataku.
Dalam hatiku berkata, "tidak akan terjadi apa-apa. Tapi jika memang terjadi hal buruk, memang sudah digariskan seperti itu."
Ya, aku menyadarinya. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Tidak juga para pranugari, pilot, atau awak pesawat lainnya. Jika pesawat ini jatuh, tak akan ada yang bisa berbuat sesuatu. Hanya berserah dan berserah.
Sensasi terbang lain yang dapat kurasakan adalah ketika pesawat sudah mengudara tetapi cuaca buruk. Pesawat seperti bergoyang. Kadang terasa meluncur ke bawah. Jantung ini seperti tersangkut di awan sementara badan kita jatuh. Fiuhh...cukup menegangkan.
Dan ketika pesawat akan mendarat, aku pun merasakan sensasi lainnya. Bayangkan dirimu berada dalam sebuah mobil. Mobil itu meluncur dengan kecepatan tinggi, layaknya jet coaster. Tapi ini versi besar dari sebuah mobil. Tak selalu kau dapat melihat ke luar. Tapi kau tetap merasakan kecepatan super ini. Perut seperti ikut teraduk bersama lajunya.
Mungkin ini yang dimaksud oleh temnaku dengan sensasi terbang.
Mungkin lain kali kau pun akan merasakannya. 
Mungkin sama, mungkin juga berbeda.